Kurikulum Baru Tidak Cukup Kuat Secara Konseptual.

14-01-2013 / KOMISI X

 

Kurikulum Baru yang diajukan Pemerintah kepada Komisi X DPR memang betul-betul tidak cukup kuat secara konseptual, karena tidak adanya acuan yang merupakan hasil evaluasi terhadap Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KSTP) sebelumnya.

Demikian di katakan anggota Komisi X DPR Reni Marlinawati, pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listiyarti.

Dalam acara yang dipimpin Wakil Ketua Komisi X DPR Utut Adiyanto di Gedung DPR Senayan, Senin (14/1) sore, Reni Marlinawati menambahkan, rumusan kurikulum baru 2013 bukan  rumusan yang disepakati secara akademis. Artinya adalah rumusan-rumusan yang didasarkan kepada asumsi-asumsi subyektif, asumsi-asumsi individual, dan asumsi-asumsi parsial yang dimiliki oleh Kementerian Kebudayaan, bukan merupakan asumsi yang disepakati oleh seluruh stakeholder (pemangku kepentingan) pendidikan.

Dia mengatakan, atas dasar itu dalam implementasi jika dipaksakan juga akan menjadi lemah, bahwa implementasi kurikulum 2006 landasannya adalah Peraturan Pemerintah no.19 tahun 2005, serta Permen No. 23 tahun 2005, dan No.24 tahun 2006.

Dia menegaskan jika kurikulum  mau berubah, sebelum kurikulum diimplementasikan maka Peraturan tersebut yang menyertainya harus dirubah terlebih dahulu. Makajika kurikulum tersebut  tetap dilaksanakan itu belum halal.

Sementara itu Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listiyarti mengatakan, bahwa hasil penelitian Internasional terhadap rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke 12 dari 12 negara di Asia, posisi Indonesia berada di bawah Vietnam.

Retna menyatakan keberatan dengan akan adanya perubahan kurikulum karena masih rendahnya kualitas pendidikan, rendahnya kualitas guru, rendahnya daya nalar siswa dan buruknya sistem pendidikan dengan melakukan perubahan kurikulum”.

Dia menegaskan, kritikkan terhadap perubahan kurikulum  relatif terburu-buru, sehingga perubahan kurikulum yang tidak jelas, tanpa ada evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum sebelumnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), berarti kurikulum baru belum memiliki landasan filosofis yang jelas.

Dikatakan, perubahan kurikulum yang tidak melibatkan guru dan bertentangan dengan UU tentang Guru dan Dosen, dimana dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan.

Sementara hasil penelitian World Bank (2012) menunjukan bahwa kualitas Guru Indonesia masih sangat rendah dan hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) juga menunjukan kualitas guru rendah dengan skor rata-rata hanya 4,20.

Karena itu menurut FSGI, mestinya yang mendapat perhatian dari pemerintah adalah membenahi kualitas guru terlebih dahulu, bukan mengubah kurikulum yang sudah empat kali ganti kurikulum. (Spy).foto:wy/parle

BERITA TERKAIT
Fikri Faqih Terima Aspirasi Forum Guru Honorer dan PPPK di Jateng, Berharap Solusi Atas Persoalan Kepegawaian
17-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Keresahan tengah dirasakan ratusan guru honorer dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Jawa Tengah. Persoalan...
Once Mekel Apresiasi Terbitnya Permenkum Royalti, Fondasi Hukum Pertunjukan dan Musisi Nasional
17-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi X DPR RI, Elfonda Mekel, menyampaikan apresiasi atas terbitnya beleid Peraturan Menteri Hukum (Permenkum) Nomor...
Pidato Presiden Tempatkan Pendidikan, Kesehatan, dan Keadilan Sosial Fondasi Utama Indonesia Emas 2045
15-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menyampaikan apresiasi yang tinggi atas pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia,...
Pendidikan Tulang Punggung Utama Menuju Indonesia Emas 2045
15-08-2025 / KOMISI X
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, mengingatkan bahwa pendidikan adalah tulang punggung utama dalam...